“Kukuh dan teguh dalam Kesadaran Meditatif, ketika kau telah meraih keseimbangan-diri, yang tak-tergoyahkan oleh sesuatu apapun; maka kau tidak lagi membutuhkan berbagai macam ritus, upacara dan sebagainya. Saat itu, kau telah mencapai kesempurnaan dalam Yoga,kau telah menemukan jati-dirimu (sebagai Jiwa).” Bhagavad Gita 2:53
Kita tidak mengatakan ritus tidak bermanfaat. Tapi, sekarang seluruh kesadaran kita terfokus pada upacara-upacara. Padahal upacara itu tujuannya apa? Untuk menjernihkan pikiran dan membuat keseimbangan, sehingga kita lebih baik dan bisa memahami hal-hal yang lebih tinggi. Tapi kita sekarang berhenti pada upacara, berhenti pada ritus.
Dari zaman dulu kelihatannya sudah ada seperti itu, 5.000 tahun lalu sudah ada. Kalau kita melihat sekarang masih ada, alangkah bodohnya kita. 5.000 tahun yang lalu kita masih begitu, sekarang kok begitu lagi. Sudah diberi peringatan 5.000tahun yang lalu, sekarang masih begitu. Semuanya baik, ritus baik, upacara baik. Tapi what next untuk apa semuanya? Untuk menjernihkan pikiran kita, untuk memahami hal-hal seperti ini. Coba berapa banyak di antara kita yang sebelum pembahasan bhagavad gita ini pernah membaca bhagavad gita dengan kita berusaha untuk memahami. Jarang sekali. Jarang sekali anak-anak kita pun, kita ajarkan tujuan upacara apa. Ini penting sekali untuk kita mengubah cara pandang kita melihat tujuan ritus apa. Untuk membuat labih sadar, untuk bisa hidup seimbang. Itu sebabnya sebelum kita mendalami bhagavad gita kita adakah meditasi dulu. Kita tidak akan mengadakan meditasi, bila baca saja akan masuk otak. Karena pikiran masih kacau. Masih banyak hal-hal yang penuh di situ. Belum ada space, belum ada tempat kosong dimana kita bisa mengolah informasi baru.
Tidak tergoyahkan dalam keadaan suka dan duka. Ada suka kita terima, ada duka kita hadapi. Kita tidak lose control. Begitu ada persoalan sedikit, kita kehilangan kendali. Cepet-cepet makan obat cepet-cepet mencari hiburan. Anak-anak kita sekarang banyak mabok-mabokan. Barangkali di rumah datangnya terlambat, karena mereka tidak bisa menghadapi tantangan hidup. Jadi mereka cari jalan pintas, jalan gampang. Minum sedikit syaraf-syarafnya mati sebentar. Dan dia sudah merasa tidak merasakan persoalan. Tidak menyelesaikan persoalan, persoalan tetap ada. Begitu maboknya habis, kembali dia menghadapi kenyataan. Dia butuh arak, butuh lagi alkohol, butuh lagi rokok, narkotika.
Kadang-kadang kita melihat anak merokok. Kan, semua orang juga merokok. Di Indonesia konsumsi rokok itu paling tinggi. Salah satu di antara tiga paling tinggi atau paling tinggi. Dan setiap orang drugaddict, pecandu yang tergantung pada narkotika, awalnya adalah dari rokok. Semuanya mengawali dari rokok. Lama-lama rokok ini tidak bisa memuaskan dia lagi. Kebetulan dia ketemu orang pecandu narkotika, terpengaruh dia. Jadi rokok bukan sesuatu yang oh biasa saja. Rokok itu adalah akar dari persoalan. Akar dari masalah. Sumber dari masalah.
“Ia, yang pikirannya tak terganggu saat mengalami kemalangan; ia yang tidak lagi mengejar kenikmatan indra, jasmani; ia yang sudah bebas dari hawa-nafsu, rasa takut, dan amarah; ia yang senantiasa berada dalam kesadaran meditatif, seimbang dalam suka dan duka – disebut seorang muni, seorang bijak yang telahmencapai ketenangan diri, ketenteraman batin.” Bhagavad Gita 2:56
Perhatikan kata-kata Krishna. Krishna tidak mengatakan kalau sudah meditasi semua persoalan selesai. Nggak. Persoalan tetap ada. Semuanya akan ada. Naik turun akan ada. Bagaimana mungkin? Di sini ada barangkali yang awalnya adalah petani?
Seorang petani bertani dia boleh bertani dengan baik dia memberi pupuk yang baik, air yang cukup. Semuanya baik. Tapi bagaimana dia bisa mengendalikan hujan? Sudah mau panen semuanya sudah baik, tinggal sebentar lagi mau panen kena hujan. Atau kena hama. Apa yang harus kita lakukan? Kondisi di luar kita tidak bisa jaga.
Saya lagi baca pilot yang lagi kecelakaan, sudah mati dia. Sepertinya tidak ada yang selamat dari kejadian itu. Anak laki satu-satunya dari orangtuanya. Dan sudah 6 tahun kerja di sini sebagai pilot. Datang dari India. Kerja di sini sebagai pilot. Baru kawin 2 tahun baru punya anak 1 tahun. Masih baby. Dan sebentar lagi dia sudah mau acara divali, dipavali, di India. Ini adalah pesawatnya terakhir. Setelah itu dia akan pulang ke India, untuk bersama keluarganya merayakan dipavali. Dan setelah membawa pesawat baru berapa menit dia sudah tahu ada gangguan teknis. Dia mau pulang, dia sudah minta pulang mau mendarat lagi. Crashed.
Jadi faktor di luar, kita nggak bisa apa-apakan. Sudah terbang 6.000 jam. Pilot yang lumayan pengalamannya. Pesawatnya pesawat baru, nggak begitu lama juga. Sudah hati-hati, sudah segala-galanya. Tapi bagaimana kita bisa menjaga faktor faktor eksternal.
Kita bawa mobil dengan penuh kesadaran, sudah hati-hati sekali. Kalau ada orang menabrak dari belakang?
Langsung down tidak ada manfaatnya bagi kita. Dalam keadaan seperti itu kalau kita down, panen gagal terus kita tanpa semangat tidak bisa bekerja lagi. Jadi kalau ada tantangan-tantangan seperti itu kita harus menerima dan berusaha supaya kita lain kali lebih baik lagi.
“Ia tidak terikat dengan sesuatu, di mana pun ia berada, dan dalam keadaan apa pun. Ia tidak terjebak dalam dualitas menyenangkan dan tidak menyenangkan. Ia tidak tersanjung (ketika dipuji), pun tidak gusar (ketika dicaci); Kesadaran Jiwanya sungguh tak tergoyahkan lagi.” Bhagavad Gita 2:57
Kalu kita dicaci, dimaki, dihina kita langsung down. Berarti remote control kita ada pada orang lain. Orang lain off kita off. Orang lain on kita on. Hidup seperti itu sangat tidak menyenangkan. Punya nggak pengalaman kadang-kadang kita sangt terikat dengan seseorang. Dan kalau orang lain itu tidak memperhatikan kita lagi, kita down sekali.
Setiap orang sedang menjalankan karmanya, cacian dan pujian itu akan selalu ada. Tidak mungkin orang-orang di luar sana selalu memuji kita, nggak mungkin. Tidak mungkin juga selalu menghina kita. Kita harus tahu musim silih berganti. Kadang panas kadang dingin, ada orang tidak suka, ada orang suka pada kita. Kita sudah berbuat baik kadang orang juga tetap nggak suka. Kita nggak bisa kontrol, nggak bisa mengendalikan orang lain. Tapi kita bisa mengendalikan diri sendiri. Kita bisa memasang semacam filter. Saringan. Menyaring semua pengalaman. Kalau ada keberhasilan, jangan merasa arogan, egois, sombong. Kalau ada kegagalan jangan langsung merasa down. Terima dua-duanya, ada keberhasilan kita terima kita nikmati. Ada kegagalan inipun akan berlalu. Tidak ada pengalaman yang permanen.
Penjelasan lebih lanjut? Kunjungi vidio di bawah ini!
Sumber: Video Youtube Bersama Anand Krishna Bhagavad Gita Sehari Hari 02:50-60 Yoga Berarti Ketrampilan Dalam Segala Hal
Comentarios